Rabu, 22 April 2015

ANALISIS RASIO KEUANGAN APBD

ANALISIS RASIO KEUANGAN APBD

Analisis Rasio APBD
          Analisis keuangan adalah usaha mengindetifikasi ciri-ciri keunagan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Penggunaan analisis rasio pada sector public khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai kaidah dan pengukurannya.

Kegunaan Analisis Ratio pada Sektor Publik (APBD) :
-          Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi dearah
-          Mengukur efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah
-          Mengukur sejauhmana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan derahnya
-          Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pendapatan daerah
-          Melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran  yang dilakukan selama periode waktu tertentu

Analisis Rasio dilakukan dengan :
-          Membandingkan hasil yang dicapai dari
Suatu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi
-          Membandingkan dengan rasio keuangan
Daerah lain yang etrdekat ataupun yang potensi daerahnya relative sama untuk dilihat bagaimana posisi ratio keuangan pemerintah dearah tersebut terhadap pemerintah daerah lain .





Pihak-pihak yang berkepentingan dengan ratio keuangan pada APBD :
-          DPRD
-          Pihak ekskutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya
-          Pemerintah pusat /Propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah .
-          Masyarakat dan kreditor , sebagai pihak yang akna turut memiliki saham pemerintah daerah , bersedia memberi pinjaman ataupun member obligasi.


Analisis Rasio Keuangan terdiri dari :

1.      Derajat Desentralisasi
Derajat Desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah  dengan total penerimaan daerah .Rasio ini menunjukkan  derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah . Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan pemerinah daerah dalam penyelenggraaan desentralisasi .Rasio dirumuskan sebagai berikut :

Derajat Desentralisasi = Pendapatan Asli Daerah x 100 %
                                        Total pendapatan daerah

2.      Rasio ketergantungan Keuangan Daerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total penerimaan daerah . Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat atau pemerintahan provinsi . Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Ketregantungan keuangan Daerah =    Pendapatan Transfer  x 100%
                                                                        Total Pendapatan Daerah

3.      Rasio kemandirian keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengancara membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya.
Rasio Kemandirian Dearah =                   Pendapatan Asli Daerah                             x 100 %
                                                Transfer pusat + propinsi +pinjaman

4.      Rasio Efektivitas dan Efisiensi pendapatan Asli Daerah
Rasio efektivitas PAD dihitung dengan cara membandingkan realisasi penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD (dianggarkan ). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Efektivitas PAD =    Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah x 100%
                                    Target penerimaan PAD
Rasio efektivitas PADmenunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi peneriman PAD sesuai dengan yang ditargetkan . Secara umum , nilai efektivitas PAD depat dikatagorikan sebagai berikut :
-          Sangat efektif             : .100 %
-          Efektif                         :  100 %
-          Cukup Efektif                         :  90 % - 99 %
-          Kurang Efektif            : 75 % - 89 %
-          Tidak Efektif             : < 75 %
Untuk mengukur kinerja pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD , indicator rasio efektivitasnya PAD saja belum cukup, sebab meskipun jika dilihat dari rasio efektivitasnya sudah baik tetapi bila ternyata biaya untuk mencapai target tersebut sngat besar , maka berartipemungutan PAD tersebut tidak efisien . Oleh karena itu perlu pula dihitung rasio efisiensi PAD . Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan biaya yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk memperoleh PAD dengan realisasi penerimaan PAD . Untuk dapat menghitung rasio efisiensi PAD ini diperlukan data tambahan yang tidak tersedia di Laporan Realisasi Angggaran , yaitu data tentang biaya pemungutan PAD
Rasio Efisiensi PAD =   Biaya pemerolehan Pendaptan Asli Daerah x 100%
                                      Realisasi Penerimaan Pendaptan Asl Daerah
Semakin kecil nilai rasio ini maka semakin efisien kinerja pemerintah deerah dalam melakukan pemungutan Pendapatan Pandapatan Asli Daerah . Secara umum , nilai efisiensi PAD dapat dikatagorikan sebagai berikut :
-          Sangat efektif                         : < 10  %
-          Efektif                         :  10 % - 20 %
-          Cukup Efektif                         :  21 % - 30 %
-          Kurang Efektif            : 31 % - 40 %
-          Tidak Efektif             : > 40  %


5.      Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pajak Daerah
Selain analisis rasio efektivitas dan efisiensi PAD , kita juga dapat melakukan analisis efektivitas dan efisiensi pajak daerah .

Rasio Efektivitas Pajak Daerah =   Realisasi Penerimaan Pajak Daerah x 100 %
                                                    Target Penerimaan Pajak Daerah

Rasio efektivitas pajak dearah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam mengumpulkan pajak daerah sesuai sengan jumlah penerimaan pajak daerah yang ditargetkan . Rasio efektivitas pajak daerah dianggap baik apabila rasio ini mencapai angka minimal 1 atau 100%

Rasio Efisiensi Pajak Derah =    Biaya Pemungutan Pajak Daerah     x 100 %
                                                      Realisasi Penerimaan Pajak Daerah
Kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pajak daerah dikatagorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 10 % ( semakin kecil rasio ini semakin baik ). Sama halnya dengan analisis efisiensi PAD , untuk dapat menghitung rasio efisiensi pajak deerah diperlukan data tentang biaya pemungutan pajak . Data ini bisa diperoleh dari Badan Pengelola Keuangan  Daerah (BPKD) atau Kantor Pelayanan Pajak Daerah ( KPPD).

Contoh :
Perhitungan rasio efektivitas dan efisiensi Pendaptan Asli Daerah dan Pajak daerah yang dicapai oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten Nagarakartagama .

Biaya Pemungutan ,  Target , dan Ralisasi Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah Tahun Anggaran 2008 dan 2009
Berdsarkan perhitungan tersebut , maka kinerja pemerintah daerah dalam mengumpulkan pendapatan daerah cukup bagus . Hal itu ditunjukkan dengan adanya peningkatan penerimaan pendapatan , rasio efektivitas pendapatan yang lebih besar dari 100% dan nilai efisiensi di bawah 10 % . Selain itu , nilai rasio efisiensi tersebut juga lebih kecil dari rasio efisiensi yang di anggarkan.

6.      Derajat kontribusi BUMD
Rasio ini bermnfaat untuk mengetahui tingkat kontribusi  perusahaan daerah mendukung pendaptan derah .Rasio ini dihitung dengan cara membanding penerimaaan daerah dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dengan total Penerimaan Pendapatan  Asli Daerah.

Derajat Kontribusi BUMD =   Penerimaan Bagian Laba BUMD x 100%
                                                           Penerimaan PAD

Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
DSCR sangat diperlukan apabila pemerintah daerah berencana untuk mengadakan utang jangka panjang . DSCR merupakan rasio untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membayar kembali pinjamna daerah . Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
DSCR =  ( PAD + ( DBH – DBHDR ) + DAU ) – Belanja Wajib
                 Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain
Ket.:
PAD                    : Pajak Asli Daerah
DAU                    : dana Alokaasi Umum
DBH                    : Dana Bagi Hasil yang merupakan bagian dari PBB , BPHTB , dan bagi hasil SDA
DBHDR              :Dana Bagi Hasil Dana  Reboisasi
Belanja Wajib      : Belanja Pegawai dan Belanja Anggota DPRD
BIaya  Lain          : Biaya terkait pengadaan pinjaman antara lain Biaya Administrasi , Biaya Provisi ,Biaya komitmen , Asuransi dan Denda

Berdasarkan rasio ini, pemerintah daerah dinilai untuk melakukan pinjaman daerah apabila dinilai DSCR-nya minimal sebesar 2,5.
Jika nilai DSCR kurang dari 1, maka hal itu mengindikasikan terjadinya arus kas negative yang berarti pendapatan tidak cukup untuk menutup seluruh beban utang berupa angsuran pokok dan bunga. Misalnya nilai DSCR sebesar 0,95 berarti pemerintah daerah hanya memiliki pendapatan setelah dikurangi belanja wajib yang hanya cukup untuk menutup 95% beban utang pada tahun tersebut.

Contoh Penghitungan DSCR
Untuk memberikan ilustrasi cara penghitungan DSCR, berikut ini disajikan data pendapatan, belanja, surplus/deficit anggaran pemerintah Kabupaten Nagarakartagama Tahun Anggaran 2009.
Laporan Realisasi Anggran pemerintah kabupaten Nagarakartagama Tahun Anggaran 2009
URAIAN
TAHUN 2009
PENDAPATAN
                                          406,600,500,000
       Pendapatan Asli Daerah
                                            35,000,000,000
         Dana Perimbangan
                                          371,600,500,000
               Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
                                            20,475,500,000
               DAU
                                          325,925,000,000
               DAK
                                            10,000,000,000
               Bagi Hasil Propinsi
                                            15,200,000,000




BELANJA
                                          416,150,000,000
        Belanja operasi
                                          303,750,000,000
        Belanja Modal
                                            75,000,000,000
        Transfer ke Desa
                                            35,000,000,000
        Belanja Tidak Terduga
                                              2,400,000,000


SURPLUS/DEFISIT
                                            (9,459,500,000)

Informasi tambahan:
§      Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi untuk tahun 2009 sebesar Rp 3.000.000.000
§      Belanja wajib sebesar 60% dari total APBD tahun yang bersangkutan
§      Angsuran pokok pinjaman untuk tahun 2009 sebesar Rp 5.500.000.000; bunga Rp 1.200.000.000; dan
  Biaya lain terkait pinjaman sebesar Rp 100.000.000

Berdasarkan data tersebut, maka DSCR untuk tahun anggaran 2009 dapat di ketahui sebagai berikut:

DSCR= {PAD + [DBH – DBHDR] + DAU} – Belanja Wajib
                                                 Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain

  =   {35.000.000.000 + [35.675.500.000 – 3.000.000.000] + 325.925.000.000} – 249.690.000.000
                             5.500.000.000 + 1.200.000.000 + 100.000.000

= 21,16

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai DSCR sebesar 21,16 yanga berarti pemerintah daerah dilihat dari kemampuan keuangananya layah untuk mengadakan pinjamna karena pemerintah daerah tersesbut masih memeiiki lemampuan yang cukup untuk mengemmbalikan pokok pinjamna beserta bunganya . Analisis DSCR ini bermanfaat bagi pemerintah daerah yang akan menggunakan instrument pembiayaan anggaran melalui pengadaan pinjaman daerah .


Debt Servis Ratio
      Debt Servis Ratio (DSR) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membayar kembali pinjaman daerah meliputi pkoko dan bunganya dengan pendapatan daerah yang dimilikinya. Sama halnya ddengan DSCR , DSR bermanfaat untuk mengukur kemampuan finansial pemerintah daerah dalam menaggung beban hutang , yaitu pokok dan bunga dengan total pendapatan daerah yang dimilkinya. Rasio DSR ini dapat digunakan untuk mendukung analisis DSCR. JIka dibandingkan dengan DSCR , maka DSR kurang detail sebab hanya melihat besaran makro total pendapatan daerah , sedangkan DSCR mengukurnya berdasarkan pendaptana daerah setelah dikurangi belanja wajib dan disesuaikan dengan dana bagi hasil dana reboisasi . Rasio DSR dirumuskan sebgai berikut :

Debt Service Ratio = Total Pendaptan Daerah
                                    Pokok pinjaman + Bunga             






Sebagai berikut adalah proyeksi bunga dan pokok utang pemerintah daerah serta perhitungan debt service ratio :
Keterangan
2005
2006
2007
2008
Total Pokok
                13,200,000,000
           33,900,000,000
          35,500,000,000
         40,000,000,000
Bunga
                  1,827,279,420
             4,199,291,322
          43,411,293,321
            5,041,319,356
Total Pokok  dan Bunga
                15,027,279,420
           38,099,291,322
          39,841,129,321
         45,041,319,356
Total Pendapatn
             393,935,739,496
         428,715,390,600
        457,855,429,750
       489,937,142,500
DEBT SERVICE RATIO
26,21
11,25
11,49
10,87

Sama halnya dengan DSCR , nilai DSR yang harus dimiliki pemerintah daerah minimal sebesar 1. Jika kurang dari 1 maka mengindikasikan adanya kesulitan keuangan di pemerintah derah . Dengan menggunakan Ilustrasi diatas terkesan pemerintah daerah sngat ekspansif yang ditandai dengan semakin besarnya hutang dan adanya kecenderungan menurunnya tingkat DSR. Namun jika melihat besran angka DSR-nyamaka secara teoritis kondisi keunagan pemerintah daerah msih dalam taraf yang cukup aman . Pemerintah daerah cukup mampu untu k membayar beban utangya dengan pendapatan yang dimiliknya

7.      Rasio utang Terhadap Pendapatan Daerah
Selain dilihat dari rasio DSCR , kinerja pinjaman daerah juga dapat dilihat dari rasio utang terhadap pendapatan (debt to income ratio ) . Rasio ini sudah dibahas pada rasio DSCR yang lebih cenderung dugunakan oleh pihak internal manajemen pemerintah daerah , sedangkan rasio utang terhadap pendapatan daerah snagat bermanfaat bagi pihak eksternal terutama calon kreditur untuk menilai lemampuan pemerintah derah dalam mengembalikan pinjeman .Rumus rasio adalah sebagai berikkut :

Rasio Utang Terhadap pendapatan  = Total Uang Pemerintah Daerah
                                                                    Total Pendapatan daerah

Analisi Potensi pendaptan Asli Daerah
Analisi potensi ini bermanfat bagi manjemen pemerintah daerah maupun calon investor untuk memberikan pertimbangan tentang potensi penrimaan ynag msih dapat digali dan potensi keuntungan berinvestasi . Analisi potensi PAD dilakukan unttuk mengetahui jenis pajak daerah dan retribusi daerah tertentu apakah masuk katagori potensi ,prima , berkembang , taukah terbelakang . Selanjutnya setelah diketahui potensinya tehap berikutnya dapat diamabil kebijakan untuk jenis pajak dan reribusi dearah yang dikatagorikan potensi dan berkembang dapat dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi , untuk katagori prima perlu dilakukan intensifikasi dan untuk katagori terbelakang dapat 
Dilakukan peninjauan ulang tau bahkan penghapusan . Untuk dapat memetakan katgori potensial , prima , berkembang , dan terbelakang  tersebut perlu dibuat matriks potensi pajak dan tretribusi sebagai berikut :
PROPORSI
Yi > 1
Yi>  1

PRIMA
PERKEMBANGAN

POTENSIAL
TERBELAKANG


Ket. :
Yi :Penerimaan pajak atau retribusi I pada tahun t
Y  : NIlai rata- rata pajak atau retribusi pada tahun t
∆Yi          : Tambahan Penerimaan jenis pajak atau retribusi I pada tahun t
∆Y           : Tambahan Penerimaan Pajak atau retribusi pada tahun t

Sementara itu , untuk mengetahui ∆Yi dan ∆Y dihitung dengan rumus sebagai berikut :
∆Yi =Y i , tahun t -  Y i , tahun (t-1)   x 100 %
                       Y i , tahun t
∆Y=  Y , tahun t -  Y tahun (t-1)   x 100 %
Y  tahun t
Yi             : Proposi suatu jenis pajak atau retribusi I dari rerata pajk atau retrebusi
Y
∆Yi          : Proporsi tambahan suatu jenis atau retribusi dari total tambahan penerimaan pajak atau retribusi
∆Y

Semakin besa proporsi suatu pajak atau retribusi dari rerata pajak atau retribusi , maka semakin layak pajak atau retribusi tersebut untuk diupayakan di masa mendatang . Sebaliknya , semakin kecil proporsi pajak atau retribusi tersebut maka upaya identifikasi mengenai kelayakan untuk dijadikan sumber penerimaan di masa datang perlu  diintensifkan . Sementara untuk proporsi tambahan , semakin besar proporsi tambahan suatu pajak atau retribusi dari total penerimaan pajak atau retribusi , maka semakin layak pajak atau retribusi tersebut untuk diupayakan peningkatannya. Sebaliknya , semakin kecil proporsi tambahan suatu jenis pajak atau retribusi maka upaya identifikasi mnegenai kelayakan untuk dijadikan mengenai kelayakan untuk dijadikan sumber penerimaan di masa mendatang perlu diintensifkan .

8.      Rasio Standar Penerimaan Pendapatan
Rasio standart penerimaan pendapatan bermanfaat untuk pengawawan dan pengendaliian manajemen pemerintah daerah dalam pelaksanaan pemungutan pendapatan daerah . Rasio srandar penerimaan pendapatan meliputi :
1.      Rasio Cakupan (Coverage Ratio )
2.      Rasio Biaya Pemungutan
3.      Rasio Biaya Pelayanan
4.      Rasio pemungutan
Rasio Cakupan
Rasio cakupan merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui tingkat keefektivan pemerintah daerah dalam merealisasikan potensi pendapatannya . Rasio cakupan ini merupakan stnadar keefektivan dalam pendaftaran dan pendataan subyek dan obyek pendapatan dibandingkan dengan potensi pendapatannya. Rasio cakuan dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Cakupan pendapatan = Subjek / Objek Pendapatan Yang Terdaftar   x 100 %
                                                              Potensi Subjek / Objek pendapatan
Rasio Biaya Pemungutan
Rasio biaya pemungutan sama dengan rasio efisiensi penerimaan pendapatan sebagaimana sudah dijelaskan pada awal pembahasn . Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh pendaptan dengan pendapatan yang diperoleh , Agar rasio biaya pemungutan ini baik dalam arti efisien, maka biaya pemungutan harus ditekan seefisien mungkin agar pendapatan versih meningkat . Beberapa pemeintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi pendapatan melakukan strategi outsourcing kepada pihak ketiga untuk penariakan pajak dan retribusi daerah tertentu , seperti pajak hotel dan restoran , retribusi parker , dan sebagainya . Bahkan outsourcing tersebut tidak terbatas pada level pemungutan (koleksi ) , tetapi juga tahap pendataan .

Rasio biaya Pelayanan
Rasio biaya pelyanan digunakan untuk mengukur efisiensi dalam penerimaan retribusi daerah . Rasio ini diukur dengan cara membandingkan biaya pelayanan yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan tertentu dengan pendapatan retribusi yang dipungut atas pelayanan tersebut . Idealnya pendapatan retribusi dapat mencukupi untuk menutup biaya pelayan yang telah dikeluarkan (cost recovery) bahkan diupyakan lebih besar agar diperoleh keuntungan . Rasio biya pelayanan dirumuskan sebgai berikut :
Rasio Biaya Pelayana Y =        Biaya Pelayanan  Yx 100 %
                                               Pendapatan Retribusi Y
Rasio Pemungutan
Rasio pemungutan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur realisasi pemungutan pajak daerah dibandingkan dengan tunggakan dan tagihan baru . Rasio pemungutan ini juga merupakan bentuk dari rasio efektivitas pajak daerah . Rasio pemungutan dirumuskan sebagai berikut :
Rasio pemungutan =  Realisasi Penerimaan Pajak Daerah   x100%
                                       Tunggakan + Tagihan Baru Atau dengan rumus lain :
Rasio Pemungutan = Hasil tahun sekarang + tagihan tahun lalu   x  100 %
                                     Target tahun sekarang + tunggakan tahun lalu
Dari keempat jenis rasio standart tersebut , nilai yang menjadi standar untuk masing-masing rasio adalah sebagai berikut

RASIO STANDAR PENERIMAAN PENDAPTAN
NILAI
Rasio Cakupan (Coverage ratio )
95%
Rasio Biaya pemungutan
10%
Rasio Biaya pelayanan
90%
Rasio Pemungutan
95%


RINGKASAN
·         Pendapatan merupakan semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara /Daerah yang menambah ekuitas dana lancer dalam periode tahun anggran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah . Pendaptan derah tidak sma dengan pemerintah daerah, bedanya terletak pada pengaruh terhadap ekuitas dana
·         Analisi pendaptan daerah dapat digunakan untuk mengavaluasi kinerja pemerintah daerah dalam melaksankan anggaran . Secara umum realisasi pendaptan dearah dinilai baik apabila melampaui target anggran , sebab anggaran pendpatan merupakan bats minimal yang harus dicpai daerah
·         Berdasarkab data pendapatan daerah yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggran , pembaca laporan keuangan dapat membuat berbagai analisi rasio keunagan berupa :
-Rasio kemandirian daerah
-Rasio Ketergatungan Daerah
-Derajat Dsentralisasi
-Rasio Efektivitas PAD
-Rasio Efisiensi PAD
-Rasio Efektivitas Pajak daerah
-Rasio Efisiensi Pajak Daerah
-Derajat Kontribusi BUMD
-Derajat Kontribusi BUMD
- Rasio Kemampuan Mengembalikan Pinjaman (Debt Service Coverage Ratio )
-Rasio pendapatan terhadap Utang 


By : Berbagai Sumber