ANALISIS
RASIO KEUANGAN APBD
Analisis Rasio APBD
Analisis
keuangan adalah usaha mengindetifikasi ciri-ciri keunagan berdasarkan laporan
keuangan yang tersedia. Penggunaan analisis rasio pada sector public khususnya
terhadap APBD belum banyak dilakukan sehingga secara teori belum ada
kesepakatan secara bulat mengenai kaidah dan pengukurannya.
Kegunaan Analisis Ratio pada Sektor Publik (APBD) :
-
Menilai kemandirian
keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi dearah
-
Mengukur efektifitas
dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah
-
Mengukur sejauhmana
aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan derahnya
-
Mengukur kontribusi
masing-masing sumber pendapatan dalam pendapatan daerah
-
Melihat
pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu
Analisis Rasio dilakukan dengan :
-
Membandingkan hasil
yang dicapai dari
Suatu
periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui
bagaimana kecenderungan yang terjadi
-
Membandingkan dengan
rasio keuangan
Daerah
lain yang etrdekat ataupun yang potensi daerahnya relative sama untuk dilihat
bagaimana posisi ratio keuangan pemerintah dearah tersebut terhadap pemerintah
daerah lain .
Pihak-pihak yang berkepentingan dengan ratio
keuangan pada APBD :
-
DPRD
-
Pihak ekskutif sebagai
landasan dalam menyusun APBD berikutnya
-
Pemerintah pusat
/Propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan pelaksanaan pengelolaan
keuangan daerah .
-
Masyarakat dan kreditor
, sebagai pihak yang akna turut memiliki saham pemerintah daerah , bersedia
memberi pinjaman ataupun member obligasi.
Analisis Rasio Keuangan terdiri dari :
1.
Derajat
Desentralisasi
Derajat Desentralisasi dihitung berdasarkan
perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah dengan total penerimaan daerah .Rasio ini
menunjukkan derajat kontribusi PAD
terhadap total penerimaan daerah . Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin
tinggi kemampuan pemerinah daerah dalam penyelenggraaan desentralisasi .Rasio
dirumuskan sebagai berikut :
Derajat
Desentralisasi = Pendapatan Asli Daerah x 100 %
Total pendapatan daerah
2.
Rasio
ketergantungan Keuangan Daerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan
cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan
daerah dengan total penerimaan daerah . Semakin tinggi rasio ini maka semakin
besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat atau
pemerintahan provinsi . Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Rasio
Ketregantungan keuangan Daerah = Pendapatan Transfer x 100%
Total
Pendapatan Daerah
3. Rasio kemandirian
keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengancara
membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah
pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah.
Semakin tinggi angka rasio ini menunjukan pemerintah daerah semakin tinggi
kemandirian keuangan daerahnya.
Rasio
Kemandirian Dearah = Pendapatan Asli Daerah x 100 %
Transfer
pusat + propinsi +pinjaman
4.
Rasio
Efektivitas dan Efisiensi pendapatan Asli Daerah
Rasio efektivitas PAD dihitung dengan cara membandingkan
realisasi penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD dengan target penerimaan
PAD (dianggarkan ). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Rasio
Efektivitas PAD = Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah x
100%
Target
penerimaan PAD
Rasio
efektivitas PADmenunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi
peneriman PAD sesuai dengan yang ditargetkan . Secara umum , nilai efektivitas
PAD depat dikatagorikan sebagai berikut :
-
Sangat efektif :
.100 %
-
Efektif : 100 %
-
Cukup Efektif : 90 % - 99 %
-
Kurang Efektif : 75 % - 89 %
-
Tidak Efektif :
< 75 %
Untuk
mengukur kinerja pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD ,
indicator rasio efektivitasnya PAD saja belum cukup, sebab meskipun jika
dilihat dari rasio efektivitasnya sudah baik tetapi bila ternyata biaya untuk
mencapai target tersebut sngat besar , maka berartipemungutan PAD tersebut
tidak efisien . Oleh karena itu perlu pula dihitung rasio efisiensi PAD . Rasio
ini dihitung dengan cara membandingkan biaya yang dikeluarkan pemerintah daerah
untuk memperoleh PAD dengan realisasi penerimaan PAD . Untuk dapat menghitung
rasio efisiensi PAD ini diperlukan data tambahan yang tidak tersedia di Laporan
Realisasi Angggaran , yaitu data tentang biaya pemungutan PAD
Rasio
Efisiensi PAD = Biaya pemerolehan Pendaptan Asli Daerah x
100%
Realisasi
Penerimaan Pendaptan Asl Daerah
Semakin
kecil nilai rasio ini maka semakin efisien kinerja pemerintah deerah dalam
melakukan pemungutan Pendapatan Pandapatan Asli Daerah . Secara umum , nilai
efisiensi PAD dapat dikatagorikan sebagai berikut :
-
Sangat efektif :
< 10 %
-
Efektif : 10 % - 20 %
-
Cukup Efektif : 21 % - 30 %
-
Kurang Efektif : 31 % - 40 %
-
Tidak Efektif :
> 40 %
5.
Rasio
Efektivitas dan Efisiensi Pajak Daerah
Selain analisis rasio efektivitas dan efisiensi PAD
, kita juga dapat melakukan analisis efektivitas dan efisiensi pajak daerah .
Rasio
Efektivitas Pajak Daerah = Realisasi
Penerimaan Pajak Daerah x 100 %
Target Penerimaan Pajak Daerah
Rasio
efektivitas pajak dearah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam
mengumpulkan pajak daerah sesuai sengan jumlah penerimaan pajak daerah yang
ditargetkan . Rasio efektivitas pajak daerah dianggap baik apabila rasio ini
mencapai angka minimal 1 atau 100%
Rasio
Efisiensi Pajak Derah = Biaya
Pemungutan Pajak Daerah x 100 %
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah
Kinerja
pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pajak daerah dikatagorikan efisien
apabila rasio yang dicapai kurang dari 10 % ( semakin kecil rasio ini semakin
baik ). Sama halnya dengan analisis efisiensi PAD , untuk dapat menghitung
rasio efisiensi pajak deerah diperlukan data tentang biaya pemungutan pajak .
Data ini bisa diperoleh dari Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau Kantor Pelayanan Pajak
Daerah ( KPPD).
Contoh
:
Perhitungan
rasio efektivitas dan efisiensi Pendaptan Asli Daerah dan Pajak daerah yang
dicapai oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten Nagarakartagama .
Biaya Pemungutan , Target , dan Ralisasi Penerimaan Pajak dan
Retribusi Daerah Tahun Anggaran 2008 dan 2009
Berdsarkan
perhitungan tersebut , maka kinerja pemerintah daerah dalam mengumpulkan
pendapatan daerah cukup bagus . Hal itu ditunjukkan dengan adanya peningkatan
penerimaan pendapatan , rasio efektivitas pendapatan yang lebih besar dari 100%
dan nilai efisiensi di bawah 10 % . Selain itu , nilai rasio efisiensi tersebut
juga lebih kecil dari rasio efisiensi yang di anggarkan.
6.
Derajat
kontribusi BUMD
Rasio ini bermnfaat untuk mengetahui tingkat
kontribusi perusahaan daerah mendukung
pendaptan derah .Rasio ini dihitung dengan cara membanding penerimaaan daerah
dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dengan total Penerimaan
Pendapatan Asli Daerah.
Derajat
Kontribusi BUMD = Penerimaan Bagian Laba BUMD x 100%
Penerimaan PAD
Debt Service
Coverage Ratio (DSCR)
DSCR sangat diperlukan apabila
pemerintah daerah berencana untuk mengadakan utang jangka panjang . DSCR
merupakan rasio untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membayar
kembali pinjamna daerah . Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
DSCR = (
PAD + ( DBH – DBHDR ) + DAU ) – Belanja Wajib
Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain
Ket.:
PAD :
Pajak Asli Daerah
DAU : dana Alokaasi Umum
DBH :
Dana Bagi Hasil yang merupakan bagian dari PBB , BPHTB , dan bagi hasil SDA
DBHDR :Dana
Bagi Hasil Dana Reboisasi
Belanja Wajib :
Belanja Pegawai dan Belanja Anggota DPRD
BIaya Lain : Biaya terkait pengadaan pinjaman antara
lain Biaya Administrasi , Biaya Provisi ,Biaya komitmen , Asuransi dan Denda
Berdasarkan rasio ini, pemerintah daerah dinilai
untuk melakukan pinjaman daerah apabila dinilai DSCR-nya minimal sebesar 2,5.
Jika nilai DSCR kurang dari 1, maka hal itu mengindikasikan
terjadinya arus kas negative yang berarti pendapatan tidak cukup untuk menutup
seluruh beban utang berupa angsuran pokok dan bunga. Misalnya nilai DSCR
sebesar 0,95 berarti pemerintah daerah hanya memiliki pendapatan setelah
dikurangi belanja wajib yang hanya cukup untuk menutup 95% beban utang pada
tahun tersebut.
Contoh Penghitungan
DSCR
Untuk memberikan ilustrasi cara penghitungan DSCR,
berikut ini disajikan data pendapatan, belanja, surplus/deficit anggaran
pemerintah Kabupaten Nagarakartagama Tahun Anggaran 2009.
Laporan Realisasi
Anggran pemerintah kabupaten Nagarakartagama Tahun Anggaran 2009
URAIAN
|
TAHUN 2009
|
PENDAPATAN
|
406,600,500,000
|
Pendapatan Asli
Daerah
|
35,000,000,000
|
Dana Perimbangan
|
371,600,500,000
|
Bagi Hasil
Pajak dan Bukan Pajak
|
20,475,500,000
|
DAU
|
325,925,000,000
|
DAK
|
10,000,000,000
|
Bagi Hasil
Propinsi
|
15,200,000,000
|
|
|
|
|
BELANJA
|
416,150,000,000
|
Belanja operasi
|
303,750,000,000
|
Belanja Modal
|
75,000,000,000
|
Transfer ke Desa
|
35,000,000,000
|
Belanja Tidak
Terduga
|
2,400,000,000
|
|
|
SURPLUS/DEFISIT
|
(9,459,500,000)
|
Informasi tambahan:
§ Dana
Bagi Hasil Dana Reboisasi untuk tahun 2009 sebesar Rp 3.000.000.000
§ Belanja
wajib sebesar 60% dari total APBD tahun yang bersangkutan
§ Angsuran
pokok pinjaman untuk tahun 2009 sebesar Rp 5.500.000.000; bunga Rp
1.200.000.000; dan
Biaya lain terkait pinjaman sebesar Rp
100.000.000
Berdasarkan
data tersebut, maka DSCR untuk tahun anggaran 2009 dapat di ketahui sebagai
berikut:
Angsuran
Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain
= {35.000.000.000
+ [35.675.500.000 – 3.000.000.000] + 325.925.000.000} – 249.690.000.000
=
21,16
Berdasarkan
hasil perhitungan diperoleh nilai DSCR sebesar 21,16 yanga berarti pemerintah
daerah dilihat dari kemampuan keuangananya layah untuk mengadakan pinjamna
karena pemerintah daerah tersesbut masih memeiiki lemampuan yang cukup untuk
mengemmbalikan pokok pinjamna beserta bunganya . Analisis DSCR ini bermanfaat
bagi pemerintah daerah yang akan menggunakan instrument pembiayaan anggaran
melalui pengadaan pinjaman daerah .
Debt Servis Ratio
Debt Servis Ratio (DSR) merupakan rasio
untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membayar kembali pinjaman
daerah meliputi pkoko dan bunganya dengan pendapatan daerah yang dimilikinya.
Sama halnya ddengan DSCR , DSR bermanfaat untuk mengukur kemampuan finansial
pemerintah daerah dalam menaggung beban hutang , yaitu pokok dan bunga dengan
total pendapatan daerah yang dimilkinya. Rasio DSR ini dapat digunakan untuk
mendukung analisis DSCR. JIka dibandingkan dengan DSCR , maka DSR kurang detail
sebab hanya melihat besaran makro total pendapatan daerah , sedangkan DSCR
mengukurnya berdasarkan pendaptana daerah setelah dikurangi belanja wajib dan
disesuaikan dengan dana bagi hasil dana reboisasi . Rasio DSR dirumuskan sebgai
berikut :
Pokok pinjaman + Bunga
Sebagai
berikut adalah proyeksi bunga dan pokok utang pemerintah daerah serta
perhitungan debt service ratio :
Keterangan
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
Total Pokok
|
13,200,000,000
|
33,900,000,000
|
35,500,000,000
|
40,000,000,000
|
Bunga
|
1,827,279,420
|
4,199,291,322
|
43,411,293,321
|
5,041,319,356
|
Total Pokok
dan Bunga
|
15,027,279,420
|
38,099,291,322
|
39,841,129,321
|
45,041,319,356
|
Total Pendapatn
|
393,935,739,496
|
428,715,390,600
|
457,855,429,750
|
489,937,142,500
|
DEBT SERVICE RATIO
|
26,21
|
11,25
|
11,49
|
10,87
|
Sama halnya dengan DSCR , nilai DSR yang harus
dimiliki pemerintah daerah minimal sebesar 1. Jika kurang dari 1 maka
mengindikasikan adanya kesulitan keuangan di pemerintah derah . Dengan
menggunakan Ilustrasi diatas terkesan pemerintah daerah sngat ekspansif yang
ditandai dengan semakin besarnya hutang dan adanya kecenderungan menurunnya
tingkat DSR. Namun jika melihat besran angka DSR-nyamaka secara teoritis
kondisi keunagan pemerintah daerah msih dalam taraf yang cukup aman .
Pemerintah daerah cukup mampu untu k membayar beban utangya dengan pendapatan
yang dimiliknya
7.
Rasio
utang Terhadap Pendapatan Daerah
Selain dilihat dari rasio DSCR , kinerja pinjaman
daerah juga dapat dilihat dari rasio utang terhadap pendapatan (debt to income
ratio ) . Rasio ini sudah dibahas pada rasio DSCR yang lebih cenderung
dugunakan oleh pihak internal manajemen pemerintah daerah , sedangkan rasio
utang terhadap pendapatan daerah snagat bermanfaat bagi pihak eksternal
terutama calon kreditur untuk menilai lemampuan pemerintah derah dalam
mengembalikan pinjeman .Rumus rasio adalah sebagai berikkut :
Rasio
Utang Terhadap pendapatan = Total
Uang Pemerintah Daerah
Total Pendapatan daerah
Analisi Potensi
pendaptan Asli Daerah
Analisi potensi ini bermanfat bagi manjemen
pemerintah daerah maupun calon investor untuk memberikan pertimbangan tentang
potensi penrimaan ynag msih dapat digali dan potensi keuntungan berinvestasi .
Analisi potensi PAD dilakukan unttuk mengetahui jenis pajak daerah dan
retribusi daerah tertentu apakah masuk katagori potensi ,prima , berkembang ,
taukah terbelakang . Selanjutnya setelah diketahui potensinya tehap berikutnya
dapat diamabil kebijakan untuk jenis pajak dan reribusi dearah yang
dikatagorikan potensi dan berkembang dapat dilakukan intensifikasi dan
ekstensifikasi , untuk katagori prima perlu dilakukan intensifikasi dan untuk
katagori terbelakang dapat
Dilakukan peninjauan ulang tau bahkan penghapusan .
Untuk dapat memetakan katgori potensial , prima , berkembang , dan
terbelakang tersebut perlu dibuat
matriks potensi pajak dan tretribusi sebagai berikut :
PROPORSI
|
Yi > 1
|
Yi> 1
|
|
PRIMA
|
PERKEMBANGAN
|
|
POTENSIAL
|
TERBELAKANG
|
Ket. :
Yi :Penerimaan
pajak atau retribusi I pada tahun t
Y : NIlai
rata- rata pajak atau retribusi pada tahun t
∆Yi :
Tambahan Penerimaan jenis pajak atau retribusi I pada tahun t
∆Y :
Tambahan Penerimaan Pajak atau retribusi pada tahun t
Sementara itu , untuk mengetahui ∆Yi dan ∆Y dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
∆Yi =Y i , tahun t - Y i , tahun (t-1) x 100 %
Y i , tahun t
∆Y= Y ,
tahun t - Y tahun (t-1) x 100 %
Y tahun t
Yi : Proposi suatu jenis pajak atau
retribusi I dari rerata pajk atau retrebusi
Y
∆Yi : Proporsi tambahan suatu jenis atau
retribusi dari total tambahan penerimaan pajak atau retribusi
∆Y
Semakin besa proporsi suatu pajak atau retribusi
dari rerata pajak atau retribusi , maka semakin layak pajak atau retribusi
tersebut untuk diupayakan di masa mendatang . Sebaliknya , semakin kecil
proporsi pajak atau retribusi tersebut maka upaya identifikasi mengenai
kelayakan untuk dijadikan sumber penerimaan di masa datang perlu diintensifkan . Sementara untuk proporsi
tambahan , semakin besar proporsi tambahan suatu pajak atau retribusi dari
total penerimaan pajak atau retribusi , maka semakin layak pajak atau retribusi
tersebut untuk diupayakan peningkatannya. Sebaliknya , semakin kecil proporsi
tambahan suatu jenis pajak atau retribusi maka upaya identifikasi mnegenai
kelayakan untuk dijadikan mengenai kelayakan untuk dijadikan sumber penerimaan
di masa mendatang perlu diintensifkan .
8.
Rasio
Standar Penerimaan Pendapatan
Rasio standart penerimaan pendapatan bermanfaat
untuk pengawawan dan pengendaliian manajemen pemerintah daerah dalam
pelaksanaan pemungutan pendapatan daerah . Rasio srandar penerimaan pendapatan
meliputi :
1. Rasio
Cakupan (Coverage Ratio )
2. Rasio
Biaya Pemungutan
3. Rasio
Biaya Pelayanan
4. Rasio
pemungutan
Rasio Cakupan
Rasio cakupan merupakan rasio yang digunakan untuk
mengetahui tingkat keefektivan pemerintah daerah dalam merealisasikan potensi
pendapatannya . Rasio cakupan ini merupakan stnadar keefektivan dalam
pendaftaran dan pendataan subyek dan obyek pendapatan dibandingkan dengan
potensi pendapatannya. Rasio cakuan dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Cakupan pendapatan = Subjek / Objek
Pendapatan Yang Terdaftar x 100 %
Potensi Subjek / Objek pendapatan
Rasio Biaya Pemungutan
Rasio biaya pemungutan sama dengan rasio efisiensi
penerimaan pendapatan sebagaimana sudah dijelaskan pada awal pembahasn . Rasio
ini dihitung dengan cara membandingkan biaya yang dikeluarkan dalam rangka
memperoleh pendaptan dengan pendapatan yang diperoleh , Agar rasio biaya
pemungutan ini baik dalam arti efisien, maka biaya pemungutan harus ditekan
seefisien mungkin agar pendapatan versih meningkat . Beberapa pemeintah daerah
dalam rangka meningkatkan efisiensi pendapatan melakukan strategi outsourcing kepada
pihak ketiga untuk penariakan pajak dan retribusi daerah tertentu , seperti
pajak hotel dan restoran , retribusi parker , dan sebagainya . Bahkan
outsourcing tersebut tidak terbatas pada level pemungutan (koleksi ) , tetapi
juga tahap pendataan .
Rasio biaya
Pelayanan
Rasio biaya pelyanan digunakan untuk mengukur
efisiensi dalam penerimaan retribusi daerah . Rasio ini diukur dengan cara
membandingkan biaya pelayanan yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk
memberikan pelayanan tertentu dengan pendapatan retribusi yang dipungut atas
pelayanan tersebut . Idealnya pendapatan retribusi dapat mencukupi untuk
menutup biaya pelayan yang telah dikeluarkan (cost recovery) bahkan diupyakan
lebih besar agar diperoleh keuntungan . Rasio biya pelayanan dirumuskan sebgai
berikut :
Rasio Biaya Pelayana Y = Biaya Pelayanan Yx 100 %
Pendapatan Retribusi Y
Rasio Pemungutan
Rasio pemungutan merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur realisasi pemungutan pajak daerah dibandingkan dengan tunggakan
dan tagihan baru . Rasio pemungutan ini juga merupakan bentuk dari rasio
efektivitas pajak daerah . Rasio pemungutan dirumuskan sebagai berikut :
Rasio pemungutan = Realisasi Penerimaan Pajak Daerah x100%
Tunggakan + Tagihan Baru Atau dengan rumus lain :
Rasio Pemungutan = Hasil tahun sekarang + tagihan
tahun lalu x 100 %
Target tahun
sekarang + tunggakan tahun lalu
Dari keempat jenis rasio standart tersebut , nilai
yang menjadi standar untuk masing-masing rasio adalah sebagai berikut
RASIO STANDAR PENERIMAAN PENDAPTAN
|
NILAI
|
Rasio Cakupan (Coverage ratio )
|
95%
|
Rasio Biaya pemungutan
|
10%
|
Rasio Biaya pelayanan
|
90%
|
Rasio Pemungutan
|
95%
|
·
Pendapatan merupakan
semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara /Daerah yang menambah ekuitas dana
lancer dalam periode tahun anggran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan
tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah . Pendaptan derah tidak sma dengan
pemerintah daerah, bedanya terletak pada pengaruh terhadap ekuitas dana
·
Analisi pendaptan
daerah dapat digunakan untuk mengavaluasi kinerja pemerintah daerah dalam
melaksankan anggaran . Secara umum realisasi pendaptan dearah dinilai baik
apabila melampaui target anggran , sebab anggaran pendpatan merupakan bats
minimal yang harus dicpai daerah
·
Berdasarkab data
pendapatan daerah yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggran , pembaca
laporan keuangan dapat membuat berbagai analisi rasio keunagan berupa :
-Rasio
kemandirian daerah
-Rasio
Ketergatungan Daerah
-Derajat
Dsentralisasi
-Rasio
Efektivitas PAD
-Rasio Efisiensi
PAD
-Rasio
Efektivitas Pajak daerah
-Rasio Efisiensi
Pajak Daerah
-Derajat
Kontribusi BUMD
-Derajat
Kontribusi BUMD
- Rasio Kemampuan
Mengembalikan Pinjaman (Debt Service Coverage Ratio )
-Rasio pendapatan
terhadap Utang By : Berbagai Sumber